Berjalan
membunuh waktu lagi, begitu kira-kira yang pecinta alam selalu bilang, “jangan
bunuh apapun kecuali waktu”. Dan hari itu sudah gua bunuh 3 hari untuk
terbitnya matahari entah yang keberapa kali. Orang bilang “datanglah kesikunir
dan lihat bagaimana matahari menyapamu”. Sayangnya, gua gak kesana. Untungnya,
gua gak kesana. lelaki sejati membuat keberuntunganya sendiri . dieng dan prau
jadi keberuntungan yang udah gua pilih hari itu. tapi jangan salah pengorbanan
yang dilakukan untuk membuat keberuntungan sendiri itu terkadang mahal harganya
hingga harapan terkadang dipertaruhkan. Ketika tau harapan itu pergi ke puncak
lain dan kita memilih puncak yang lain juga. Tapi jangan khawatir, kita
sama-sama mendaki dan akan sampai kepuncak, melihat matahari dan langit yang
sama. buat gua pribadi, itu keberuntungan yang udah gua buat, seengaknya masih
bisa kita menarik nafas yang seirama di Bumi-Nya. Dan buat gua itu cukup.
Banyak orang
yang ngirim ucapan selamat lewat karangan bunga hanya untuk menjalin relasi,
makan direstoran mahal biar ingin-nya didengarkan, di sisi lain gua masih bisa
menyapa orang sembarangan dan langsung akrab di base camp pendakian. Karena
percayalah, manusia itu sendiri sudah memiliki budi yang luhur, tinggal
kepentingan apa dan siapa terkadang yang merusak hubungan sesama kita. Banyak
yang nanya kenapa hobi naik gunung padahal nanjak terus, jawabanya simple, gua
Cuma cinta sama pemandanganya dan sapardi pernah bilang “mencintai gunung harus
harus menjadi terjal”. Naik gunung itu contoh paling simple buat perjalanan
hidup, ketika gua capek berusaha naik, Gua bangga dan puas. At least sama diri
gua sendiri yang udah pengen nangis gak
kuat pengen turun. Tapi ini masalah pilihan, dan gua memilih puncak sebagai
klimaks gua. Di gunung ga perlu green board sama jalan aspal, kita cuma perlu
ngikutin jejak yang udah ditinggalin pendaki lain lewat jalan setapak. Dan itu
cukup buat nganterin kita kerumah..
Perjalanan itu
emang bikin capek, tapi itulah perjalanan. Kalo gak mau capek maka berhentilah
berjalan kawan, tapi kau akan ditinggalkan. Berjalanlah tak perlu terlalu
cepat, karena puncak akan selalu disitu sampai kiamat, berjalanlah dan terus
mendekat, pada puncak, pada tujuan hidup. Karena ketika berjalan, kita
menemukan batu yang mengajarkan kita apa itu kedewasaan, kita menemukan air
yang mengajarkan arti menerima kekalahan, dan menemukan semua guru-guru
kehidupan, alam. Dan untuk kamu yang menjadi tujuan hidup, ada yang menunggu
disini, menunggu kita seirama dalam perjalanan ini, untuk sampai dipuncak
bersama sama dan menikmati matahari pagi kota ini, desa ini, gunung ini, dan
hidup ini..
untuk kalian yang sedang berjalan dalam hidup. dari dieng pagi itu..
No comments:
Post a Comment