Monday, June 15, 2015

Selamat pagi, Ibu Frans

Tok, tok.  Selamat pagi Ibu Frans. Suara anak kecil yang ramah dan hangat memanggil tetangganya. Aku menghabiskan kebanyakan waktu kecilku kuhabiskan sebagai seorang penakut. Ketika ditinggal Bapak dan Ibu bekerja, tinggal dirumah sendiri bukan hobi yang kusukai. Penyelesaian paling ampuh yaitu dengan dititipkan kepada tetangga. Jaman kecil dulu, titip-titip anak seperti ini bukan hal yang aneh. Hidup di jaman dimana HP belum berkembang adalah momen terbaik. Interaksi terasa sangat nyata.

Perkenalkan ini Ibu Frans, tetangga depan rumahku. Seorang ibu rumah tangga dengan 4 anak laki-laki yang sudah besar ketika aku SD dulu. Dan juga punya banyak sekali anjing yang bersahabat baik denganku. Ibu Frans sekeluarga adalah penganut katolik yang sangat taat. Hampir setiap weekdays ketika aku pulang sekolah aku pergi kerumah Ibu Frans untuk sekedar bermain dan menghabiskan waktu menunggu Bapak dan Ibu pulang dari kantor. Dan percayalah, kehangatan Pak Frans, Ibu Frans, dan keempat anaknya masih terasa hingga umur 21 tahun ini.

Siang itu jam 10 pagi, Aku datang kerumah Ibu Frans dengan seragam sekolah lengkap dengan tas. Aku masuk dan disambut dengan anjingnya yang luar biasa banyak, sekitar 5-6 ekor. Tapi ketika tau aku akan datang, Ibu Frans memasukan anjingnya kedalam garasi dan terkadang dilepas saja. Sudah kubilang diawal masa kecilku habis dengan rasa takut, termasuk dengan anjing.

Ibu Frans terkadang menceritakan tentang hidupnya dulu untuk menunggu makan siang. Tak jarang juga ia menceritakan tentang kisah-kisah di Al-kitab. Hingga tiba waktu makan siang, aku, Ibu Frans, dan satu anaknya duduk di meja makan. Sebelum makan Ibu Frans selalu mengajaku berdoa. Tentu dia berdoa kepada Tuhanya dan aku berdoa kepada Tuhanku. Aku masih ingat doanya sebelum makan seperti ini, “Tuhan, terimakasih Kau sehatkan Aku, Keluargaku, dan Oca (nama panggilanku waktu kecil). Terimakasih Tuhan kau berikan kami makanan yang enak, jagalah Aku, keluargaku, dan Oca. Berkatilah kami Tuhan. Amin”. Damai sekali wajahnya ketika berdoa.

Selesai makan Ibu Frans dan anaknya setia menemaniku bermain, terkadang aku dan Ibu Frans menonton telenovela hingga Ibuku pulang dari kerja. Dan pergi kerumah Ibu Frans terus kulakukan hingga Pak Frans meninggal, Ibu Frans pindah rumah saat aku SMP. Setelah itu Beliau pindah ke daerah yang jauh di cipayung. Sejak saat itu hingga sekarang, aku selalu mengingat damai wajahnya saat dalam berdoa dan kujadikan damai wajahku dalam doaku.

Ibu Frans, terimakasih telah kau ajarkan hidup dari sisi lain yang selalu membuatku berfikir bahwa kedamaian adalah rumah kita, aku belajar darimu bahwa senyum saat berdoa pertanda syukur. Aku belajar darimu bahwa keramahan dan kebaikan akan selalu kembali ketika kita lepas. Aku belajar darimu bahwa agama bukan alat pemecah belah. Do’aku tak akan pernah sampai untukmu. Tapi Ibu Frans, Semoga engkau selalu sehat dan damai. Hingga esok hari aku datang kerumahmu dan bilang “selamat pagi, Ibu Frans.”

No comments:

Post a Comment