Tok, tok.
Selamat pagi Ibu Frans. Suara anak kecil yang ramah dan hangat memanggil
tetangganya. Aku menghabiskan kebanyakan waktu kecilku kuhabiskan sebagai
seorang penakut. Ketika ditinggal Bapak dan Ibu bekerja, tinggal dirumah
sendiri bukan hobi yang kusukai. Penyelesaian paling ampuh yaitu dengan
dititipkan kepada tetangga. Jaman kecil dulu, titip-titip anak seperti ini
bukan hal yang aneh. Hidup di jaman dimana HP belum berkembang adalah momen
terbaik. Interaksi terasa sangat nyata.
Perkenalkan ini Ibu Frans, tetangga depan
rumahku. Seorang ibu rumah tangga dengan 4 anak laki-laki yang sudah besar
ketika aku SD dulu. Dan juga punya banyak sekali anjing yang bersahabat baik denganku.
Ibu Frans sekeluarga adalah penganut katolik yang sangat taat. Hampir setiap weekdays ketika aku pulang sekolah aku
pergi kerumah Ibu Frans untuk sekedar bermain dan menghabiskan waktu menunggu
Bapak dan Ibu pulang dari kantor. Dan percayalah, kehangatan Pak Frans, Ibu
Frans, dan keempat anaknya masih terasa hingga umur 21 tahun ini.
Siang itu jam 10 pagi, Aku datang kerumah Ibu
Frans dengan seragam sekolah lengkap dengan tas. Aku masuk dan disambut dengan
anjingnya yang luar biasa banyak, sekitar 5-6 ekor. Tapi ketika tau aku akan
datang, Ibu Frans memasukan anjingnya kedalam garasi dan terkadang dilepas
saja. Sudah kubilang diawal masa kecilku habis dengan rasa takut, termasuk
dengan anjing.
Ibu Frans terkadang menceritakan tentang
hidupnya dulu untuk menunggu makan siang. Tak jarang juga ia menceritakan
tentang kisah-kisah di Al-kitab. Hingga tiba waktu makan siang, aku, Ibu Frans,
dan satu anaknya duduk di meja makan. Sebelum makan Ibu Frans selalu mengajaku
berdoa. Tentu dia berdoa kepada Tuhanya dan aku berdoa kepada Tuhanku. Aku masih
ingat doanya sebelum makan seperti ini, “Tuhan, terimakasih Kau sehatkan Aku,
Keluargaku, dan Oca (nama panggilanku waktu kecil). Terimakasih Tuhan kau
berikan kami makanan yang enak, jagalah Aku, keluargaku, dan Oca. Berkatilah
kami Tuhan. Amin”. Damai sekali wajahnya ketika berdoa.
Selesai makan Ibu Frans dan anaknya setia
menemaniku bermain, terkadang aku dan Ibu Frans menonton telenovela hingga
Ibuku pulang dari kerja. Dan pergi kerumah Ibu Frans terus kulakukan hingga Pak
Frans meninggal, Ibu Frans pindah rumah saat aku SMP. Setelah itu Beliau pindah
ke daerah yang jauh di cipayung. Sejak saat itu hingga sekarang, aku selalu
mengingat damai wajahnya saat dalam berdoa dan kujadikan damai wajahku dalam
doaku.
Ibu Frans, terimakasih telah kau ajarkan
hidup dari sisi lain yang selalu membuatku berfikir bahwa kedamaian adalah
rumah kita, aku belajar darimu bahwa senyum saat berdoa pertanda syukur. Aku belajar
darimu bahwa keramahan dan kebaikan akan selalu kembali ketika kita lepas. Aku belajar
darimu bahwa agama bukan alat pemecah belah. Do’aku tak akan pernah sampai
untukmu. Tapi Ibu Frans, Semoga engkau selalu sehat dan damai. Hingga esok hari
aku datang kerumahmu dan bilang “selamat pagi, Ibu Frans.”
No comments:
Post a Comment